Selamat kepada 6 komika terbaik.
Siap-siap menjuju tahap selanjutnya!!!
#StandUpComedy_AlaSantri
#fraksi_PKB
Selasa, 29 Maret 2016
Minggu, 06 Maret 2016
Makalah Aqsamul Kalam dalam Ushul Fiqih
Puji syukur
kehadirat Allah swt karena berkat rahmat Nya penyusunan makalah ini dapat
diselesaikan.Makalah ini merupakan makalah Ushul Fiqih yang membahas mengenai Aqsamul
Kalam .Secara khusus pembahasan dalam makalah ini diatur sedemikian rupa
sehingga materi yang disampaikan sesuai dengan mata kuliah. Dalam penyusunan
tugas atau materi ini, sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari
bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi
teratasi . oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Bapak dosen
mata kuliah USHUL FIQIH yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada kami
sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan tugas makalah ini.
2.
Orang tua,
teman dan kerabat yang telah turut membantu,
membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas
makalah ini selesai.
Kami sadar,
bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak
kesalahan. Untuk itu kami meminta maaf apabila ada kekurangan. Kami
sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna meningkatkan
kualitas makalah penulis selanjutnya. Kebenaran dan kesempurnaan hanya Allah
yang punya dan maha kuasa. Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini,
dapat memberikan manfaat tersendiri bagi generasi muda islam yang akan datang,
khususnya dalam bidang Ushul Fiqih.
Cirebon, 3
Maret 2016
Kelompok II
Menggambarkan bahwa
yang menjadi objek kajian para ulama ushul fiqih adalah dalil
- dalil yang bersifat ijmali (global) seperti kehujjahan ijma’
dan qiyas. Ushul fiqih juga membahas bagaimana cara mengistinbathkan hukum
dari dalil-dali, seperti kaidah mendahulukan hadits mutawatir dari hadits
ahad dan mendahulukan nash dari zhahir. Dari definisi di atas, terlihat jelas
bahwa yang menjadi objek kajian ushul fiqih secara garis besarnya ada tiga:
Sumber hukum dengan semua seluk beluknya. Metode pendaya gunaan sumber hukum
atau metode penggalian hukum dari sumbernya. Persyaratan orang yang berwewenang
melakukan istinbath dengan semua permasalahannya. Tujuan yang hendak dicapai dari
ilmu ushul fiqh adalah ialah untuk dapat menerapkan kaidah-kaidah terhadap
dalil-dalil syara’ yang terinci agar sampai kepada
hukum-hukum syara’ yang bersifat ‘amali yang
ditunjuk oleh dalil-dalil itu.
Adapun Bab – bab dalam ushul fiqih yaitu :
Aqsamul kalam (pembagian-pembagian kalam, Amr (perintah),
Nahi (larangan), Aam (keumuman), Khosh (kekhususan), Mujmal (global/menyeluruh),
Mubayyan (Dijelaskan), Dhohir (jelas), Mu’awwal
(dita’wil), Af’aal (beberapa pekerjaan), Nasih Mansuh (penghapus dan yang dihapus), Ijma’
(kesepakatan ulama’), Akhbar (kabar –
kabar), Qiyas (analogi/menyamakan satu hal sengan hal lain), Hadhru wal Ibahah (dilarang dan diperbolehkan),
Tartibul adillah (urutan dalil – dalil), Sifatul mufti wal mustafti (sifat
orang yang berfatwa dan yang meminta fatwa), Ahkamul mujtahidin (ketentuan –
ketentuan bagi orang yang berijtihad)
1. Apa
pengertian dari Aqsamul Kalam dalam Ushul Fiqih?
2. Apa
saja Objek yang dipelajari dalam Aqsamul Kalam ?
3. Apa
saja jenis-jenis Kalam
4. Apa
pengertian Hakikat dan Majaz
1. Untuk
mengetahui pengertian Kalam dalam Ushul Fiqih.
2. Untuk
mengetahui Objek yang dipelajari dalam Aqsamul Kalam.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis Kalam
4. Untuk
mengetahui pengertian Hakikat dan Majaz
BAB II
PEMBAHASAN
وأبواب أصُول
الْفِقْه أَقسَام : الْكَلَام، وَالْأَمر، وَالنَّهْي، وَالْعَام، وَالْخَاص،
والمجمل، والمبين، وَالظَّاهِر، وَالمؤول، وَالْأَفْعَال، والناسخ والمنسوخ،
وَالْإِجْمَاع، وَالْأَخْبَار، وَالْقِيَاس، والحظر وَالْإِبَاحَة، وترتيب
الْأَدِلَّة، وَصفَة الْمُفْتى والمستفتى، وَأَحْكَام الْمُجْتَهدين
فَأَما أَقسَام
الْكَلَام
فَأَقل مَا
يتركب مِنْهُ الْكَلَام اسمان أَو اسْم وَفعل أَو فعل وحرف أَو اسْم وحرف
Terjemahan
Bab – bab dalam ushul fiqih yaitu :
1. Aqsamul kalam (pembagian-pembagian kalam)
2. Amr (perintah)
3. Nahi (larangan)
4. Aam (keumuman)
5. Khosh (kekhususan)
6. Mujmal (global/menyeluruh)
7. Mubayyan (Dijelaskan)
8. Dhohir (jelas)
9. Mu’awwal (dita’wil)
10. Af’aal (beberapa pekerjaan)
11. Nasih Mansuh (penghapus dan yang dihapus)
12. Ijma’ (kesepakatan ulama’)
13. Akhbar (kabar – kabar)
14. Qiyas (analogi/menyamakan satu hal sengan hal lain)
15. Hadhru wal Ibahah (dilarang dan diperbolehkan)
16. Tartibul adillah (urutan dalil – dalil)
17. Sifatul mufti wal mustafti (sifat orang yang berfatwa
dan yang meminta fatwa)
18. Ahkamul mujtahidin (ketentuan – ketentuan bagi orang
yang berijtihad)[1]
Namun disini
kelompok kami hanya akan membahas Bab
tentang Aqsamul Kalam
A. Pengertian Kalam
Kalam yang dimaksud oleh Ilmu Ushul
Fiqih bukanlah Ilmu kalam, melainkan Kalam secara bahasa adalah (اللفظ الموضوع لمعنى) setiap lafadz yang digunakan untuk
suatu makna (baik berupa kata atau kalimat).
Secara
istilah, adalah kalimat, yaitu (اللفظ
المفيد ) lafadz yang mengandung
faedah. Seperti, “Allah adalah rabb kami dan Muhammad adalah nabi kami”.
Sedikit-dikitnya, kalam harus tersusun dari :
1. dua isim (kata benda), contoh: محمدٌ
رسولُ الله (Muhammad adalah
rasulllah).
2. fi’il (kata kerja) dan isim (kata benda), contoh: قام أحْمَدُ
(Ahmad berdiri).
Satuan kalam (kalimat) adalah kata,
yaitu lafadz yang digunakan untuk satu makna terdiri dari isim, fi’il, atau
huruf.
1. Isim (kata benda)
ما دل على معنى في نفسه من غير اشعار بزمان
yaitu kata yang menunjukkan makna
tersendiri tanpa dikaitkan dengan waktu, ada 3 jenisnya:
* yang memberikan makna umum, seperti isim maushul.
* yang memberikan makna umum, seperti isim maushul.
* yang memberikan makna mutlak, seperti isim nakirah dalam konteks
kalimat positif.
* yang memberikan makna khusus seperti nama.
2. Fi’il (kata kerja)
واشعر بهيئته باحد الازمنة
الثلاثة ما دل على معنى في نفسه
yaitu kata yang menunjukkan makna
tersendiri dan dikaitkan keadaannya dengan salah satu dari tiga waktu.
* waktu lampau (fi’il madhi), seperti فَـهِـمَ (telah memahami),
* waktu sekarang (fi’il mudhori’), seperti يَـفْـهَـمُ (sedang
memahami).
* waktu akan datang yang dituntut dari suatu perintah (fi’il amr),
seperti اِفْـهَـمْ (pahamilah!).
Fi’il memberikan makna mutlak dan tidak memberi makna umum.
3. Huruf
ما دل على معنى في غيره
yaitu kata yang menunjukkan pada makna jika disandingkan dengan
selainnya. Diantaranya:
* huruf وَ (dan), merupakan huruf ‘athof (kata sambung), memberikan makna
kesamaan di dalam hukum, dan tidak menuntut tertib (urutan), tidak juga
menafikan tertib (urutan) kecuali jika ada dalil.”
* huruf َف (maka),
merupakan huruf ‘athof (kata sambung), memberikan makna kesamaan di dalam
hukum, serta menuntut tertib dan urutan, dan bisa juga menjadi fa’ sababiyyah
yang memberikan makna sebab.
* huruf لِ (lam jar), memiliki beberapa makna, diantaranya untuk
menunjukkan sebab (li ta’til), menunjukkan kepemilikan (tamlik), dan
menunjukkan kebolehan (ibahah).
Adapun
pembagian kalam, maka kalam minimal harus tersusun dari 2 isim, isim dan fi’il,
fi’il dan huruf atau isim dan huruf.
.
B.
Jenis – jenis Kalam
Kalam dari segi kemungkinan
disifati benar dan tidaknya terbagi dengan dua macam[3] :
1. Al-Khobar (Berita):
ما يمكن ان يوصف بالصدق او الكذب
لذاته
"Kalam yang mungkin disifati
dengan benar atau dusta pada asalnya."
Maka keluar dari perkataan kami : (ما يمكن ان يوصف بالصدق او الكذب ) "Apa-apa
yangmungkin disifati dengan benar atau dusta"; ( الإنشاء
)"al-insya' (yang
mengandung perintah atau
larangan)" karena tidak memiliki kemungkinan sepertiitu, sebab penunjukannya bukanlah suatu pengkabaran yang mungkin untuk dikatakan
: ia benar atau dusta.Dan keluar dari perkataan kami : ( لذاته ) "pada asalnya"; khobar yang tidak mengandung kebenaran, atau tidak
mengandung kedustaan dari sisi yang dikabarkan. Yang demikian karena
khobar dari sisi
yang dikabarkan terbagi menjadi 3 :
Pertama
yang tidak mungkin disifati dengan
dusta, seperti khobar
dari Allah dan Rasul-Nya yang telah shohih darinya.
Kedua
yang tidak mungkin disifati dengan
kebenaran, seperti khobar
tentang sesuatu yang mustahil secara syar'i atau secara akal. Yang
pertama(mustahil secara syar'i, pent), seperti seorang yang mengaku sebagai
Rasulsetelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam; dan yang kedua (mustahil
secaraakal,), seperti khobar berkumpulnya 2 hal
yang saling bertentangan(yang tidak mungkin ada bersamaan atau hilang
bersamaan) seperti bergerak dan diam pada sesuatu yang satu pada waktu yang
sama.
Ketiga
yang mungkin disifati dengan benar
dan dusta baik dengan kemungkinan yang sama (tidak bisa dibenarkan dan
didustakan karena sulitditarjih) atau dengan merojihkan salah satunya, seperti
kabar dariseseorang tentang sesuatu yang ghoib dan yang semisalnya.
2. Al-Insya'
الإنشاء
ما
لا يمكن ان يوصف بالصدق او الكذب لذاته
"Kalam yang tidak mungkin
disifati dengan benar atau dusta",diantaranya adalah perintah
dan larangan. Seperti firman Allah :
وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡٔٗا….ۖ ٣٦
“Sembahlah
Allah dan janganlah kalian menyekutukannya dengan sesuatu apapun." (an-Nisa : 36)
Dan terkadang
kalam adalah berupa khobar
insya' ditinjau dari 2 sisi ; seperti bentuk akad yang
dilafadzkan, misal : "aku jual atau aku terima",karena kalimat ini
merupakan khobar
ditinjau
dari penunjukannya terhadapapa yang ada (kehendak, pent) pada orang yang
meng-akad, dan merupakan insya' ditinjau dari sisi konsekuensi akad.Terkadang kalam datang
dalam bentuk khobar tapi
yang dimaksud dengannya adalah Insya' dan
sebaliknya untuk suatu faidah. Contoh yang pertama : Firman Allah subhanahu wa ta'ala
وَٱلۡمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٖ….ۚ ٢٢٨
"Dan perempuan-perempuan
yang diceraikan hendaklah menunggu tigakali quru'"
(al-Baqoroh
: 228)
Maka firman Allah " يَتَرَبَّصۡنَ" adalah berbentuk khobar tetapi yang dimaksuddengannya adalah
perintah, dan faidah dari hal tersebut adalah penegasanterhadap
perbuatan yang diperintahkan tersebut, sampai seolah-olahperintah tersebut
seperti perintah yang telah terjadi, berbicara dengannyaseperti salah satu
sifat dari sifat-sifat perintah.Contoh yang sebaliknya : Firman Allah subhanahu wa ta'ala :
وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّبِعُواْ
سَبِيلَنَا وَلۡنَحۡمِلۡ خَطَٰيَٰكُمۡ ….. ١٢
"Dan berkata orang-orang kafir
kepada orang-orang yang beriman, " Ikutilahjalan (agama) kami dan kami
akan memikul kesalahan-kesalahan kamu." [QSal-Ankabut : 12]
Maka firman Allah " وَلۡنَحۡمِلۡ " adalah dalam bentuk perintah
tetapi yang dimaksud dengannya adalah khobar, yaitu : dan kami akan
memikul, dan faidah dari haltersebut adalah menempatkan sesuatu yang dikhobarkan
tersebut padatempat yang diwajibkan dan
diharuskan dengannya.
C.
HAKIKAT DAN MAJAZ
Kalam dari sisi penggunaannya
terbagi menjadi hakikat dan majaz[4].
1.
Hakikat
Hakikat adalah : اللفظ المستعمل فيما وضع له
"Lafadz yang digunakan pada
asal peletakannya."
Seperti :
Singa ( اسد ) untuk suatu hewan yang buas. Maka keluar dari perkataan kami : (المستعمل )
"yang digunakan" : yang tidakdigunakan, maka tidak dinamakan hakikat
dan majaz.Dan keluar dari perkataan kami : (فيما
وضع له ) " pada asal peletakannya"
Majaz.
Hakikat terbagi menjadi tiga macam
: Lughowiyyah,
Syar'iyyah Dan 'Urfiyyah.
1. Hakikat
lughowiyyah
adalah
: في اللغة اللفظ المستعمل فيما وضع له
"Lafadz yang digunakan pada
asal peletakannya secara bahasa."
Maka keluar dari perkataan kami : (في اللغة )
"secara bahasa" : hakikat syar'iyyah dan hakikat
'urfiyyah. Contohnya
: sholat, maka sesungguhnya hakikatnya secara bahasa adalah doa, maka
dibawa pada makna tersebut menurut perkataan ahli bahasa.
2. Hakikat
syar'iyyah
adalah : في
الشرع اللفظ المستعمل
فيما وضع له
"Lafadz yang digunakan pada
asal peletakannya secara syar'i."
Maka keluar dari perkataan kami : (في الشرع)
"secara syar'i" : hakikatLughowiyyah dan hakikat 'urfiyyah.
Contohnya : sholat, maka sesungguhnya hakikatnya secara syar'i adalahperkataan
dan perbuatan yang sudah diketahui yang dimulai dengan takbirdan diakhiri
dengan salam, maka dibawa pada makna tersebut menurutperkataan ahli syar'i.
3. Hakikat
'urfiyyah
adalah
: في العرف اللفظ المستعمل فيما وضع له
"Lafadz yang digunakan pada
asal peletakannya secara 'urf (adat/kebiasaan)."
Maka keluar dari perkataan kami : (في العرف )
"secara 'urf " : hakikat lughowiyya dan hakikat syar'iyya. Contohnya : Ad-Dabbah ( الدابه), maka sesungguhnya hakikatnya secara 'urf adalah hewan yang mempunyai empat kaki,
maka dibawa pada maknatersebut menurut perkataan ahli 'urf .
Manfaat mempelajari Hakikat Agar
kita membawa setiap lafadz pada makna hakikat dalam tempat yang semestinya
sesuai dengan penggunaannya. Maka dalam penggunaan ahlibahasa lafadz dibawa
kepada hakikat lughowiyyah dan
dalam penggunaansyar'i dibawa kepada hakikat syar'iyyah dan dalam penggunaan ahli 'urf dibawa kepada hakikat 'urfiyyah.
2. Majaz
Majaz Adalah
: اللفظ
المستعمل في غير وضع له
"Lafadz yang digunakan bukan
pada asal peletakannya."
Seperti :
singa untuk laki-laki yang pemberani. Maka keluar dari perkataan kami : (المستعمل)
"yang digunakan" : yang tidak digunakan, maka tidak dinamakan hakikat
dan majaz.Dan keluar dari perkataan kami : (في
غير وضع له ) "bukan pada asal peletakannya"
: Hakikat.Dan tidak boleh membawa lafadz pada makna majaznya kecuali
dengandalil yang shohih yang menghalangi lafadz tersebut dari maksud yang hakiki,dan ini yang
dinamakan dalam ilmu bayan sebagai
qorinah (penguat).
Dan disyaratkan benarnya penggunaan
lafadz pada majaznya : Adanya
kesatuan antara makna secara hakiki dengan makna secara majazi agarbenarnya pengungkapannya, dan ini yang dinamakan
dalam ilmu bayansebagai'Alaqoh (hubungan/ penyesuaian), dan 'Alaqo bisa berupapenyerupaan
atau yang selainnya.Maka jika majaz tersebut dengan penyerupaan, dinamakan
majaz Isti'arah, seperti majaz pada lafadz
singa untuk seorang laki-laki yang pemberani.Dan jika
bukan dengan penyerupaan, dinamakan majaz Mursal jika majaznya dalam
kata, dan dinamakan majaz 'Aqli ( jika majaznya
dalam penyandarannya. Contohnya dari majaz mursal : kamu
mengatakan : (
رعينا المطر ) "Kami memelihara
hujan", maka kata (المطر ) "hujan" merupakan majaz dari rumput (العشب ).
Maka majaz ini adalah pada kata.
Dan contohnya dari majaz 'Aqli :
Kamu
ليس
كَمِثۡلِهِۦ شَيۡءُٞۖ ١١
"Tidak ada sesuatupun yang
serupa dengan-Nya"(QS.
Asy-Syuro : 11)
Maka mereka mengatakan :
Sesungguhnya ( الكاف ) "huruf
kaaf " adalah tambahan untuk penguatan peniadaan permisalan dari Allah
ta'ala.
Contoh dari majaz dengan
penghapusan adalah firman Allah ta'ala :
وَسَۡٔلِ ٱلۡقَرۡيَةَ….
٨٢
"Bertanyalah kepada
desa" (QS. Yusuf : 82)
Maksudnya : ( واسئل اهل القرية ) "bertanyalah pada penduduk desa",
maka penghapusan kata (اهل ) "penduduk" adalah suatu majaz,
dan bagi majaz adamacam yang sangat banyak yang disebutkan dalam ilmu
bayan.
Dan hanya saja disebutkan sedikit
tentang hakikat dan majaz dalam ushul fiqh
karena penunjukan lafadz bisa jadi berupa hakikat dan bisa jadiberupa majaz,
maka dibutuhkan untuk mengetahui keduanya dan hukumnya.
Wallahu A'lam
DAFTAR
PUSTAKA
1. Kajian Kitab : "Al-Waroqot Fi Ushulil Fiqh" Karya : Imam Haromain
2. https://yoad.wordpress.com/category/belajar-ushul-fiqh/
3. Al-Ushul min ‘Ilmi Al-Ushul. Karya, Asy-Syaikh al-'Allamah Muhammad bin Sholeh al-'Utsaimin
4. Al-Ushul min ‘Ilmi Al-Ushul. Karya, Asy-Syaikh al-'Allamah Muhammad bin Sholeh al-'Utsaimin
MAKALAH AQSAMUL KALAM dalam USHUL FIQIH
Puji syukur
kehadirat Allah swt karena berkat rahmat Nya penyusunan makalah ini dapat
diselesaikan.Makalah ini merupakan makalah Ushul Fiqih yang membahas mengenai Aqsamul
Kalam .Secara khusus pembahasan dalam makalah ini diatur sedemikian rupa
sehingga materi yang disampaikan sesuai dengan mata kuliah. Dalam penyusunan
tugas atau materi ini, sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari
bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi
teratasi . oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Bapak dosen
mata kuliah USHUL FIQIH yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada kami
sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan tugas makalah ini.
2.
Orang tua,
teman dan kerabat yang telah turut membantu,
membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas
makalah ini selesai.
Kami sadar,
bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak
kesalahan. Untuk itu kami meminta maaf apabila ada kekurangan. Kami
sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna meningkatkan
kualitas makalah penulis selanjutnya. Kebenaran dan kesempurnaan hanya Allah
yang punya dan maha kuasa. Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini,
dapat memberikan manfaat tersendiri bagi generasi muda islam yang akan datang,
khususnya dalam bidang Ushul Fiqih.
Cirebon, 3
Maret 2016
Kelompok II
Menggambarkan bahwa
yang menjadi objek kajian para ulama ushul fiqih adalah dalil
- dalil yang bersifat ijmali (global) seperti kehujjahan ijma’
dan qiyas. Ushul fiqih juga membahas bagaimana cara mengistinbathkan hukum
dari dalil-dali, seperti kaidah mendahulukan hadits mutawatir dari hadits
ahad dan mendahulukan nash dari zhahir. Dari definisi di atas, terlihat jelas
bahwa yang menjadi objek kajian ushul fiqih secara garis besarnya ada tiga:
Sumber hukum dengan semua seluk beluknya. Metode pendaya gunaan sumber hukum
atau metode penggalian hukum dari sumbernya. Persyaratan orang yang berwewenang
melakukan istinbath dengan semua permasalahannya. Tujuan yang hendak dicapai dari
ilmu ushul fiqh adalah ialah untuk dapat menerapkan kaidah-kaidah terhadap
dalil-dalil syara’ yang terinci agar sampai kepada
hukum-hukum syara’ yang bersifat ‘amali yang
ditunjuk oleh dalil-dalil itu.
Adapun Bab – bab dalam ushul fiqih yaitu :
Aqsamul kalam (pembagian-pembagian kalam, Amr (perintah),
Nahi (larangan), Aam (keumuman), Khosh (kekhususan), Mujmal (global/menyeluruh),
Mubayyan (Dijelaskan), Dhohir (jelas), Mu’awwal
(dita’wil), Af’aal (beberapa pekerjaan), Nasih Mansuh (penghapus dan yang dihapus), Ijma’
(kesepakatan ulama’), Akhbar (kabar –
kabar), Qiyas (analogi/menyamakan satu hal sengan hal lain), Hadhru wal Ibahah (dilarang dan diperbolehkan),
Tartibul adillah (urutan dalil – dalil), Sifatul mufti wal mustafti (sifat
orang yang berfatwa dan yang meminta fatwa), Ahkamul mujtahidin (ketentuan –
ketentuan bagi orang yang berijtihad)
1. Apa
pengertian dari Aqsamul Kalam dalam Ushul Fiqih?
2. Apa
saja Objek yang dipelajari dalam Aqsamul Kalam ?
3. Apa
saja jenis-jenis Kalam
4. Apa
pengertian Hakikat dan Majaz
1. Untuk
mengetahui pengertian Kalam dalam Ushul Fiqih.
2. Untuk
mengetahui Objek yang dipelajari dalam Aqsamul Kalam.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis Kalam
4. Untuk
mengetahui pengertian Hakikat dan Majaz
BAB II
PEMBAHASAN
وأبواب أصُول
الْفِقْه أَقسَام : الْكَلَام، وَالْأَمر، وَالنَّهْي، وَالْعَام، وَالْخَاص،
والمجمل، والمبين، وَالظَّاهِر، وَالمؤول، وَالْأَفْعَال، والناسخ والمنسوخ،
وَالْإِجْمَاع، وَالْأَخْبَار، وَالْقِيَاس، والحظر وَالْإِبَاحَة، وترتيب
الْأَدِلَّة، وَصفَة الْمُفْتى والمستفتى، وَأَحْكَام الْمُجْتَهدين
فَأَما أَقسَام
الْكَلَام
فَأَقل مَا
يتركب مِنْهُ الْكَلَام اسمان أَو اسْم وَفعل أَو فعل وحرف أَو اسْم وحرف
Terjemahan
Bab – bab dalam ushul fiqih yaitu :
1. Aqsamul kalam (pembagian-pembagian kalam)
2. Amr (perintah)
3. Nahi (larangan)
4. Aam (keumuman)
5. Khosh (kekhususan)
6. Mujmal (global/menyeluruh)
7. Mubayyan (Dijelaskan)
8. Dhohir (jelas)
9. Mu’awwal (dita’wil)
10. Af’aal (beberapa pekerjaan)
11. Nasih Mansuh (penghapus dan yang dihapus)
12. Ijma’ (kesepakatan ulama’)
13. Akhbar (kabar – kabar)
14. Qiyas (analogi/menyamakan satu hal sengan hal lain)
15. Hadhru wal Ibahah (dilarang dan diperbolehkan)
16. Tartibul adillah (urutan dalil – dalil)
17. Sifatul mufti wal mustafti (sifat orang yang berfatwa
dan yang meminta fatwa)
18. Ahkamul mujtahidin (ketentuan – ketentuan bagi orang
yang berijtihad)[1]
Namun disini
kelompok kami hanya akan membahas Bab
tentang Aqsamul Kalam
A. Pengertian Kalam
Kalam yang dimaksud oleh Ilmu Ushul
Fiqih bukanlah Ilmu kalam, melainkan Kalam secara bahasa adalah (اللفظ الموضوع لمعنى) setiap lafadz yang digunakan untuk
suatu makna (baik berupa kata atau kalimat).
Secara
istilah, adalah kalimat, yaitu (اللفظ
المفيد ) lafadz yang mengandung
faedah. Seperti, “Allah adalah rabb kami dan Muhammad adalah nabi kami”.
Sedikit-dikitnya, kalam harus tersusun dari :
1. dua isim (kata benda), contoh: محمدٌ
رسولُ الله (Muhammad adalah
rasulllah).
2. fi’il (kata kerja) dan isim (kata benda), contoh: قام أحْمَدُ
(Ahmad berdiri).
Satuan kalam (kalimat) adalah kata,
yaitu lafadz yang digunakan untuk satu makna terdiri dari isim, fi’il, atau
huruf.
1. Isim (kata benda)
ما دل على معنى في نفسه من غير اشعار بزمان
yaitu kata yang menunjukkan makna
tersendiri tanpa dikaitkan dengan waktu, ada 3 jenisnya:
* yang memberikan makna umum, seperti isim maushul.
* yang memberikan makna umum, seperti isim maushul.
* yang memberikan makna mutlak, seperti isim nakirah dalam konteks
kalimat positif.
* yang memberikan makna khusus seperti nama.
2. Fi’il (kata kerja)
واشعر بهيئته باحد الازمنة
الثلاثة ما دل على معنى في نفسه
yaitu kata yang menunjukkan makna
tersendiri dan dikaitkan keadaannya dengan salah satu dari tiga waktu.
* waktu lampau (fi’il madhi), seperti فَـهِـمَ (telah memahami),
* waktu sekarang (fi’il mudhori’), seperti يَـفْـهَـمُ (sedang
memahami).
* waktu akan datang yang dituntut dari suatu perintah (fi’il amr),
seperti اِفْـهَـمْ (pahamilah!).
Fi’il memberikan makna mutlak dan tidak memberi makna umum.
3. Huruf
ما دل على معنى في غيره
yaitu kata yang menunjukkan pada makna jika disandingkan dengan
selainnya. Diantaranya:
* huruf وَ (dan), merupakan huruf ‘athof (kata sambung), memberikan makna
kesamaan di dalam hukum, dan tidak menuntut tertib (urutan), tidak juga
menafikan tertib (urutan) kecuali jika ada dalil.”
* huruf َف (maka),
merupakan huruf ‘athof (kata sambung), memberikan makna kesamaan di dalam
hukum, serta menuntut tertib dan urutan, dan bisa juga menjadi fa’ sababiyyah
yang memberikan makna sebab.
* huruf لِ (lam jar), memiliki beberapa makna, diantaranya untuk
menunjukkan sebab (li ta’til), menunjukkan kepemilikan (tamlik), dan
menunjukkan kebolehan (ibahah).
Adapun
pembagian kalam, maka kalam minimal harus tersusun dari 2 isim, isim dan fi’il,
fi’il dan huruf atau isim dan huruf.
.
B.
Jenis – jenis Kalam
Kalam dari segi kemungkinan
disifati benar dan tidaknya terbagi dengan dua macam[3] :
1. Al-Khobar (Berita):
ما يمكن ان يوصف بالصدق او الكذب
لذاته
"Kalam yang mungkin disifati
dengan benar atau dusta pada asalnya."
Maka keluar dari perkataan kami : (ما يمكن ان يوصف بالصدق او الكذب ) "Apa-apa
yangmungkin disifati dengan benar atau dusta"; ( الإنشاء
)"al-insya' (yang
mengandung perintah atau
larangan)" karena tidak memiliki kemungkinan sepertiitu, sebab penunjukannya bukanlah suatu pengkabaran yang mungkin untuk dikatakan
: ia benar atau dusta.Dan keluar dari perkataan kami : ( لذاته ) "pada asalnya"; khobar yang tidak mengandung kebenaran, atau tidak
mengandung kedustaan dari sisi yang dikabarkan. Yang demikian karena
khobar dari sisi
yang dikabarkan terbagi menjadi 3 :
Pertama
yang tidak mungkin disifati dengan
dusta, seperti khobar
dari Allah dan Rasul-Nya yang telah shohih darinya.
Kedua
yang tidak mungkin disifati dengan
kebenaran, seperti khobar
tentang sesuatu yang mustahil secara syar'i atau secara akal. Yang
pertama(mustahil secara syar'i, pent), seperti seorang yang mengaku sebagai
Rasulsetelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam; dan yang kedua (mustahil
secaraakal,), seperti khobar berkumpulnya 2 hal
yang saling bertentangan(yang tidak mungkin ada bersamaan atau hilang
bersamaan) seperti bergerak dan diam pada sesuatu yang satu pada waktu yang
sama.
Ketiga
yang mungkin disifati dengan benar
dan dusta baik dengan kemungkinan yang sama (tidak bisa dibenarkan dan
didustakan karena sulitditarjih) atau dengan merojihkan salah satunya, seperti
kabar dariseseorang tentang sesuatu yang ghoib dan yang semisalnya.
2. Al-Insya'
الإنشاء
ما
لا يمكن ان يوصف بالصدق او الكذب لذاته
"Kalam yang tidak mungkin
disifati dengan benar atau dusta",diantaranya adalah perintah
dan larangan. Seperti firman Allah :
وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡٔٗا….ۖ ٣٦
“Sembahlah
Allah dan janganlah kalian menyekutukannya dengan sesuatu apapun." (an-Nisa : 36)
Dan terkadang
kalam adalah berupa khobar
insya' ditinjau dari 2 sisi ; seperti bentuk akad yang
dilafadzkan, misal : "aku jual atau aku terima",karena kalimat ini
merupakan khobar
ditinjau
dari penunjukannya terhadapapa yang ada (kehendak, pent) pada orang yang
meng-akad, dan merupakan insya' ditinjau dari sisi konsekuensi akad.Terkadang kalam datang
dalam bentuk khobar tapi
yang dimaksud dengannya adalah Insya' dan
sebaliknya untuk suatu faidah. Contoh yang pertama : Firman Allah subhanahu wa ta'ala
وَٱلۡمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٖ….ۚ ٢٢٨
"Dan perempuan-perempuan
yang diceraikan hendaklah menunggu tigakali quru'"
(al-Baqoroh
: 228)
Maka firman Allah " يَتَرَبَّصۡنَ" adalah berbentuk khobar tetapi yang dimaksuddengannya adalah
perintah, dan faidah dari hal tersebut adalah penegasanterhadap
perbuatan yang diperintahkan tersebut, sampai seolah-olahperintah tersebut
seperti perintah yang telah terjadi, berbicara dengannyaseperti salah satu
sifat dari sifat-sifat perintah.Contoh yang sebaliknya : Firman Allah subhanahu wa ta'ala :
وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لِلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّبِعُواْ
سَبِيلَنَا وَلۡنَحۡمِلۡ خَطَٰيَٰكُمۡ ….. ١٢
"Dan berkata orang-orang kafir
kepada orang-orang yang beriman, " Ikutilahjalan (agama) kami dan kami
akan memikul kesalahan-kesalahan kamu." [QSal-Ankabut : 12]
Maka firman Allah " وَلۡنَحۡمِلۡ " adalah dalam bentuk perintah
tetapi yang dimaksud dengannya adalah khobar, yaitu : dan kami akan
memikul, dan faidah dari haltersebut adalah menempatkan sesuatu yang dikhobarkan
tersebut padatempat yang diwajibkan dan
diharuskan dengannya.
C.
HAKIKAT DAN MAJAZ
Kalam dari sisi penggunaannya
terbagi menjadi hakikat dan majaz[4].
1.
Hakikat
Hakikat adalah : اللفظ المستعمل فيما وضع له
"Lafadz yang digunakan pada
asal peletakannya."
Seperti :
Singa ( اسد ) untuk suatu hewan yang buas. Maka keluar dari perkataan kami : (المستعمل )
"yang digunakan" : yang tidakdigunakan, maka tidak dinamakan hakikat
dan majaz.Dan keluar dari perkataan kami : (فيما
وضع له ) " pada asal peletakannya"
Majaz.
Hakikat terbagi menjadi tiga macam
: Lughowiyyah,
Syar'iyyah Dan 'Urfiyyah.
1. Hakikat
lughowiyyah
adalah
: في اللغة اللفظ المستعمل فيما وضع له
"Lafadz yang digunakan pada
asal peletakannya secara bahasa."
Maka keluar dari perkataan kami : (في اللغة )
"secara bahasa" : hakikat syar'iyyah dan hakikat
'urfiyyah. Contohnya
: sholat, maka sesungguhnya hakikatnya secara bahasa adalah doa, maka
dibawa pada makna tersebut menurut perkataan ahli bahasa.
2. Hakikat
syar'iyyah
adalah : في
الشرع اللفظ المستعمل
فيما وضع له
"Lafadz yang digunakan pada
asal peletakannya secara syar'i."
Maka keluar dari perkataan kami : (في الشرع)
"secara syar'i" : hakikatLughowiyyah dan hakikat 'urfiyyah.
Contohnya : sholat, maka sesungguhnya hakikatnya secara syar'i adalahperkataan
dan perbuatan yang sudah diketahui yang dimulai dengan takbirdan diakhiri
dengan salam, maka dibawa pada makna tersebut menurutperkataan ahli syar'i.
3. Hakikat
'urfiyyah
adalah
: في العرف اللفظ المستعمل فيما وضع له
"Lafadz yang digunakan pada
asal peletakannya secara 'urf (adat/kebiasaan)."
Maka keluar dari perkataan kami : (في العرف )
"secara 'urf " : hakikat lughowiyya dan hakikat syar'iyya. Contohnya : Ad-Dabbah ( الدابه), maka sesungguhnya hakikatnya secara 'urf adalah hewan yang mempunyai empat kaki,
maka dibawa pada maknatersebut menurut perkataan ahli 'urf .
Manfaat mempelajari Hakikat Agar
kita membawa setiap lafadz pada makna hakikat dalam tempat yang semestinya
sesuai dengan penggunaannya. Maka dalam penggunaan ahlibahasa lafadz dibawa
kepada hakikat lughowiyyah dan
dalam penggunaansyar'i dibawa kepada hakikat syar'iyyah dan dalam penggunaan ahli 'urf dibawa kepada hakikat 'urfiyyah.
2. Majaz
Majaz Adalah
: اللفظ
المستعمل في غير وضع له
"Lafadz yang digunakan bukan
pada asal peletakannya."
Seperti :
singa untuk laki-laki yang pemberani. Maka keluar dari perkataan kami : (المستعمل)
"yang digunakan" : yang tidak digunakan, maka tidak dinamakan hakikat
dan majaz.Dan keluar dari perkataan kami : (في
غير وضع له ) "bukan pada asal peletakannya"
: Hakikat.Dan tidak boleh membawa lafadz pada makna majaznya kecuali
dengandalil yang shohih yang menghalangi lafadz tersebut dari maksud yang hakiki,dan ini yang
dinamakan dalam ilmu bayan sebagai
qorinah (penguat).
Dan disyaratkan benarnya penggunaan
lafadz pada majaznya : Adanya
kesatuan antara makna secara hakiki dengan makna secara majazi agarbenarnya pengungkapannya, dan ini yang dinamakan
dalam ilmu bayansebagai'Alaqoh (hubungan/ penyesuaian), dan 'Alaqo bisa berupapenyerupaan
atau yang selainnya.Maka jika majaz tersebut dengan penyerupaan, dinamakan
majaz Isti'arah, seperti majaz pada lafadz
singa untuk seorang laki-laki yang pemberani.Dan jika
bukan dengan penyerupaan, dinamakan majaz Mursal jika majaznya dalam
kata, dan dinamakan majaz 'Aqli ( jika majaznya
dalam penyandarannya. Contohnya dari majaz mursal : kamu
mengatakan : (
رعينا المطر ) "Kami memelihara
hujan", maka kata (المطر ) "hujan" merupakan majaz dari rumput (العشب ).
Maka majaz ini adalah pada kata.
Dan contohnya dari majaz 'Aqli :
Kamu
ليس
كَمِثۡلِهِۦ شَيۡءُٞۖ ١١
"Tidak ada sesuatupun yang
serupa dengan-Nya"(QS.
Asy-Syuro : 11)
Maka mereka mengatakan :
Sesungguhnya ( الكاف ) "huruf
kaaf " adalah tambahan untuk penguatan peniadaan permisalan dari Allah
ta'ala.
Contoh dari majaz dengan
penghapusan adalah firman Allah ta'ala :
وَسَۡٔلِ ٱلۡقَرۡيَةَ….
٨٢
"Bertanyalah kepada
desa" (QS. Yusuf : 82)
Maksudnya : ( واسئل اهل القرية ) "bertanyalah pada penduduk desa",
maka penghapusan kata (اهل ) "penduduk" adalah suatu majaz,
dan bagi majaz adamacam yang sangat banyak yang disebutkan dalam ilmu
bayan.
Dan hanya saja disebutkan sedikit
tentang hakikat dan majaz dalam ushul fiqh
karena penunjukan lafadz bisa jadi berupa hakikat dan bisa jadiberupa majaz,
maka dibutuhkan untuk mengetahui keduanya dan hukumnya.
Wallahu A'lam
DAFTAR
PUSTAKA
1. Kajian Kitab : "Al-Waroqot Fi Ushulil Fiqh" Karya : Imam Haromain
2. https://yoad.wordpress.com/category/belajar-ushul-fiqh/
3. Al-Ushul min ‘Ilmi Al-Ushul. Karya, Asy-Syaikh al-'Allamah Muhammad bin Sholeh al-'Utsaimin
4. Al-Ushul min ‘Ilmi Al-Ushul. Karya, Asy-Syaikh al-'Allamah Muhammad bin Sholeh al-'Utsaimin
Langganan:
Postingan (Atom)